Oleh: Fahrizal Syam/LPPM Profesi UNM*
Usianya tak muda lagi, beberapa kayu pintu mulai lapuk,
warna putih dinding bagian luarnya mulai pudar, sebagian lagi sudah ditumbuhi
lumut, namun bangunan satu ini masih berdiri kokoh di tengah kota Medan. Mesjid
Al-Mashun yang merupakan mesjid peninggalan sultan Deli ke 9, sultan Ma’moen Al
Rasyid Perkasa Alam menjadi symbol kejayaan Medan masa lalu.
Melangkahi gerbang utama mesjid, terdapat lantai luas yang
biasa digunakan oleh para jemaah untuk shalat. Disana terdapat banyak anak
kecil yang dengan begitu cerianya saling bermain kejar-kejaran dengan teman
sebayanya. Ada juga wisatawan yang sekadar mengabadikan momen dengan
mengarahkan lensa kamera mereka ke arah mesjid yang tampak begitu kokoh dari
depan. Beberapa dari mereka bahkan bukanlah orang muslim. Hal ini semakin
mempertegas pesona mesjid yang didirikan pada tahun 1906 ini. Tak ketinggalan
uluran tengan dari para peminta-minta yang berbaris rapi di kedua sisi gerbang
masuk mengharap belas kasih dari para jemaah atau pengunjung yang datang.
Mesjid yang terletak di jalan sisingamaraja kota Medan ini dan
berhadapan langsung dengan salah satu pusat perbelanjaan memiliki keunikan
tersendiri, terdapat empat buah kubah besar yang berwarna hitam yang semakin
menambah eksotis mesjid ini. Di bagian dalam mesjid berdiri kokoh delapan buah
tiang yang menjadi penyangga mesjid, juga terdapat banyak ukiran khas melayu
yang memanjakan mata setiap kita memasukinya. Tak hanya itu, sebuah kitab suci
Al-Quran yang diletakkan di dalam sebuah kotak kaca berukuran 1 meter persegi
di pajang di bagian depan mesjid. Menurut Muhammad Rohit (34), kitab suci ummat
Islam tersebut merupakan pemberian orang muslim dari Pakistan pada tahun 1910.
“Al-Quran yang ditulis tangan ini merupakan pemberian orang Pakistan kepada
sultan Deli” Tutur Rohit.
Di pekarangan mesjid jauh lebih menarik, di sekeliling
mesjid terdapat begitu banyak kuburan. Beberapa diantaranya adalah makam
orang-orang yang pernah merasakan kejayaan kesultanan Deli. Di bagian kanan
mesjid terdapat sebuah bangunan kecil yang di dalamnya terdapat makam para
sultan Deli, termasuk orang yang membangun mesjid tersebut. Beberapa di
antaranya yaitu Tuanku Sultan Amaluddin
Sani, Osman Al sani Perkasa Alam, Tengku Amiruddin Ibni dan beberapa makan
permaisuri sultan terdahulu.
Satu hal lagi yang tak kalah menarik, tepat di bagian
samping terdapat menara kokoh yang menjadi kiblat dari mesjid ini. Menara
tersebut konon dibentuk oleh Syech Hasan Mashud. Meskipun telah berumur lebih
dari seabad, mesjid Al-Mashun masih menunjukkan kejayaannya dengan berdiri
kokoh di tengah-tengah kota Medan. Ini menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Rosdiannoor misalnya (46), dia mengaku sengaja datang ke mesjid tersebut untuk
melihat langsung mesjid ini. Pria asli Kalimantan ini mengaku tak ingin melewatkan
kesempatan ketika berada di kota Melayu Deli ini untuk menyaksikan Rumah Allah
yang begitu megah tersebut. “Tak lengkap rasanya jika ke medan namun tak
mengunjungi Al Mashun” ungkapnya pria asal Pontianak Ini.
Umurnya yang tak mudah lagi lantas tak membuat mesjid ini
ikut “keriput” termakan zaman. Kecintaan dan kebanggan warga Medan kepadanya
seolah dibayar dengan terus berdiri kokoh. Entah sampai kapan ia akan bertahan,
namun selama rakyat Medan masih ada, Mesjid inipun akan tetap menunjukkan ketangguhannya
seperti kesultanan Deli terdahulu. Kejayaan kesultanan Deli seakan tercermin di
Mesjid ini, dan itu akan selalu menjadi kebanggaan warga kota Melayu Deli.(*)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !