Oleh: Imron Gipong*
Istana Maimoon berdiri pada tanggal 26
Agustus 1888, Didirikan oleh seorang Sultan Deli ke 9 dengan nama Sultan
Ma’moen Al Rasyid. Bangunan yang telah berdiri lebih dari 1 abad ini berdiri
kokoh di tengah hiruk pikuk kota Medan.
Asap
motor kendaraan beroda mengisi teriknya udara, hingga kerah baju menjadi basah
akibat kondisi Kota yang mulai padat penduduknya. Ditambah gedung-gedung pencakar langit dengan gaya arsitektur
semi modern hingga yang modern melengakapi hiruk
pikuk kota Medan. Namun terlihat rumah adat yang besar dan panjang di seberang
gedung bertingkat (perpustakaan daerah-red),
dengan pagar panjang membentengi rumah besar itu. Terlihat dari trotoar rumah
perpaduan warna hijaunya halaman dan kuning rumah ditengah lalu lalang kereta dan montor. Ketika mulai melangkah dengan pakaian hitam dan kaki yang
juga nampaknya akan sama, tak sengaja membaca tulisan “Istana Maimoon” pada
papan yang terletak di bagian atas pagar besi pintu masuk rumah.
Petugas
dengan pakaian putih dan biru gelap mengawasi langkah saya menuju ke rumah
besar dan panjang dengan mata yang curiga. Namun tetap kuteruskan langkah
hingga tiba di depan rumah walau setengah lengan tangan terasa gosong, karena
semakin penasaran kupandangi kedua tiang di depan rumah. Terdapat tulisan
berbahasa Arab warna hitam di batu yang berbentuk prasasti dengan cat putih di tiang sebelah kiri, ketika kupandangi
tiang sebaliknya yang berada di sebelah kanan terdapat tulisan latin “Istana Maimoon 26 Agustus 1888”.
Semakin
penasaran ku tapaki anak tangga yang berjumlah puluhan satu demi satu dengan
kaki beralaskan sandal, hingga kulepaskan sandal itu di anak tangga paling
tinggi lalu kemudian masuk ke sebuah ruangan depan bersama pengunjung yang
berjumlah puluhan. Di sebelah kanan pintu masuk ruang depan Istana terdapat
meja dengan seorang perempuan, para pengunjung yang berjumlah puluhan bergerak
menuju kesana. Ternyata di meja itu tempat pembayaran retribusi masuk Istana
Maimoon yang dikelola oleh Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid, “untuk tiket masuk
Istana harganya 3 ribu” ucap perempuan itu di kursinya.
Ketika
ku coba memandangi keseluruhan ruang depan, terlihat foto wajah seseorang
didinding kuning sebelah kiri ketika kudekati, terdapat tulisan Yang Mulia Tuanku Sulthan Maimoen Al-Rasyid
Perkasa Alamsyah, lahir Senin 13 Zulkaidah 1271 H (1853 M), diangkat menjadi
Sulthan 4 Jumaidil Akhir 1291 H (1873 M), Mangkat pada hari selasa 9 September
1924 di bawah wajah foto tersebut. Semakin bingung saya ketika melihat foto
tersebut, dan timbul pertanyaan apakah wajah di foto tersebut adalah orang yang
mendirikan Istana ini hingga terpajang di ruang depan rumah besar dan panjang
yang membuat penasaran saya.
Masuk
ruang berikutnya terlihat seseorang berdagang buku dikelilingi oleh belasan pengunjung,
kemudian coba kudekati kerumunan itu. Pedagang tersebut bernama Azri sekaligus
sebagai pekerja di dalam Istana Maimoon, sesembari menawarkan buku-buku yang
dijualnya Azri juga menceritakan sejarah panjang Istana yang kuanggap Rumah
Besar ini sehingga di kelilingi oleh puluhan pengunjung yang datang. Azri
mengatakan bahwa Istana ini didirikan tanggal 26 Agustus 1888 oleh seorang
Sultan Deli ke 9 dengan nama Sultan Ma’moen Al Rasyid. “foto Sultan Ma’moen Al
Rasyid bisa dilihat di ruang depan pintu masuk”, tambahnya sesembari menunjuk
ke ruang sebelumnya yang saya masuki. Rasa penasaranku sedikit menghilang
ketika mengerti siapa foto yang sebelumnya saya perhatikan adalah seorang
pendiri Istana yang terletak di pusat kota Medan.
Kupandangi
sekitar ruang yang penuh dengan ornamen dinding dan interior bangunan yang
masih klasik di masa kini sembari mendengarkan Bang Azri bercerita, “Inilah Rumah Melayu” katanya dengan penekanan
suara yang tinggi. Memang terlihat di Ruang Tengah penuh dengan seni baik dari
Eropa dan Timur Tengah bercampur dengan kekhasan Rumah Melayu yang
memaksimalkan kayu sebagai tiang Rumah. Terdapat pula Singgasana Sulthan di
sebelah kanan dari arah pintu masuk ke ruang tersebut, serta 2 Kaca Besar dan
beberapa tokoh-tokoh Istana yang terpajang di dinding ruang. “ornament Istana
ini berasal dari Melayu, Timur Tengah, dan Eropa”, kata Azri di tempat duduk
berjualannya. Bangunan ini juga masih memiliki nilai estetika dari Belanda,
walaupun Ornamen-ornamen yang terlihat disini kebanyakan Melayu Baik Riau,
Bengkulu, bahkan Malaysia lanjut Azri bercerita kepada pengunjung.
Kekhasan
Istana juga terlihat dari dinding dan interior ruangan yang berwarna kuning.
Seperti yang diungkapkan oleh Azri, “mungkin Melayu identik dengan warna
kuning, sehingga interior ruangan disini juga kebanyakan berwarna kuning” jelasnya.(*)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !