Oleh
: Astuni Rahayu*
Mesjid peninggalan
kerajaan Deli itu masih terlihat berdiri tegap di tepi jalan Brigjend katamso, Sumatera
Utara, Kota Medan. Dari kejauhan terlihat sebuah kubah menjulang ke langit. Apabila
dilihat dari depan mesjid, terlihat seperti gedung kerajaan zaman dulu kala. Mesjid itu bernama Mesjid Raya Al-Maishun. Mesjid ini
merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan kerajaan Deli dan hingga
sekarang masih dipergunakan oleh masyarakat setempat maupun wisatawan. Bangunan
mesjid Al-Maishun ini terbuat dari corak Arab-Eropa, yang dibangun semasa raja
Maimun. Orang sekitar menyebut mesjid raya kota Medan ini, mesjid Maimun, walaupun sebenarnya mesjid raya
ini bernama Al-Maishun.
Foto: Astuni Rahayu |
Desain
bangunan mesjid Al-Maishun merupakan
buatan arsitek orang Belanda. Atap dan mimbar kubahnya dibuat dari tembaga,
sedangkan kaca mesjid ini berasal dari perancis, dan kubah yang berada di
tengahnya melambangkan kebesaraan Allah, sesuai dengan kepercayaan orang
muslim. Mesjid Al-Maishun berdiri sejak 1906. Yang pertama kali dibangun oleh Sultan
Deli Maimun sebagai raja pada masa itu. Setelah berdirinya mesjid Al-Mashun ini
maka kerajaan menggunakannya secara khusus selama tiga tahun, mulai tahun 1909
baru dibuka untuk umum.
Selain
bangunannya mewah, ternyata mesjid ini juga memiliki majelis taklib yang setia
untuk mengelolanya. Bahkan sebagian dari mereka rela untuk tinggal disana.
Majelis taklib beranggota sekitar 30 orang, ada yang berasal dari Medan dan ada
juga pendatang. Kegiatan yang dilakukan oleh majelis taklib bermacam-macam,
salah satunya adalah menyampaikan syariat agama Islam kepada umat muslim.
Selain itu mereka juga membimbing anak-anak yang masih usia dini untuk belajar
agama Islam. Peraturan pun juga diterapkan di Mesjid ini, bagi anak-anak yang
berusia 5-10 tahun diwajibkan untuk menghapal hadist sebanyak 100 hadist dan
ayat-ayat pendek.
Mesjid yang
berlantai satu ini memiliki fungsi yang bermacam-macam. Abdurrahman bin Auf
salah satu majelis yang tinggal disana menuturkan, mesjid ini selain digunakan
untuk tempat beribadah juga acap kali digunakan sebagai tempat pengajian, dan
tempat berdiskusi yang biasa disebut
taklib dan walatablun atau biasa dikenal pengajian tentang shalat, puasa, kewajiban
orang muslim. Pengajian biasanya dilakukan pada pagi hari.
Abdurrahman juga mengaku mesjid ini telah ia tempati
selama 5 tahun. Selama ia berada dimesjid ini belum pernah mengalami renovasi, kecuali
proses pengecatan “Mesjid Al-Maishun ini utuh seperti sedia kala, tanpa ada
perubahan sama sekali” ungkapnya, Jum’at (25/5).
Laki-laki yang berumur sekitar 30 tahun ini menambahkan,
kalau mesjid raya Al-Maishun ini merupakan
aset wisatawan kota Medan yang memicu pengunjung untuk singgah, baik itu untuk
mencuci mata, berpoto dan untuk beribadah. Ia berharap kedepannya mesjid Al-Maishun
ini lebih dipelihara dengan baik dan mendapatkan perhatian dari pemerintahan
maupun masyarakat setempat. Mesjid Al-Maishun bukan hanya digunakan masyarakat
Medan sekitar saja melainkan juga digunakan oleh orang-orang pendatang baik itu
dari warga lokal maupun manca negara. Sebab itu Mesjid Al-Maishun adalah salah
satu kebanggaan Indonesia. “Karena setiap sudut dari bangunan ini memiliki
nilai seni sejarah dan budaya yang sangat besar, tegas Abdurrahman, Jum’at (25/5).
Walaupun mesjid ini memiliki
daya tarik yang besar terhadap pengunjung, namun mesjid ini belum mendapatkan
sepenuhnya perhatian dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Ini terbukti
dengan adanya rumput-rumput yang menjalar tinggi disekitar mesjid Al-Maishun
dan terdapat pentilasi udara dimesjid yang terlihat sudah rusak. “Terjaganya
keindahan mesjid Raya adalah salah satu tanggung jawab pemerintah kota Medan,
apabila diperhatikan InsyaAllah keindahan dan pesona Mesjid Al-Maishun terlihat
menakjubkan. Namun hingga sekarang belum sepenuhnya dapat perhatian dari
pemerintah maupun pihak bewajib,” katanya, Jum’at (25/5).(*)
itu alamatnya di jalan sisingamangaraja
BalasHapusnamanya Mesjid Raya Al-Mahsun