Tenwuruk yang berarti tidak ditimbun, itulah prosesi penguburan khas ala desa trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Penguburan di desa ini berbeda dengan desa–desa di bali pada umumnya, yang melakukan penguburan dengan cara ditimbun tanah sebelum diaben (pembakaran mayat).
Namun, di desa ini penguburan dilakukan hanya dengan meletakkan mayat yang sudah dikafani (mayat dibalut kain kafan dan hanya diperlihatkan kepalanya)namun tidak menimbulkan bau karena diletakkan disamping pohon taru menyan ( kayu wangi ) yang hanya dipagari bambu. Ini dilakukan sebelum mayat tersebut diaben.
Dalam tradisi masyarakat trunyan pengabenan dilakukan tiga, Sembilan, duabelas hingga limabelas tahun sekali . Jika mayat yang di tenwuruk sudah berbentuk tengkorak maka akan dipindah ke tempat khusus menaruh tengkorak dan tulang – tulang lainnya.Tidak sembarang orang yang dimakam di kuburan yang maksimal ditempati sebelas mayat ini.
Hanya warga asli trunyan seperti: kepala desa adat, penghulu, pemangku , dan orang dewasa yang meninggal secara wajar. Sedangkan untuk bayi dan orang meninggal tidak wajar (kecelakaan, bunuh diri) makamnya dipisah. Bahkan makam antara kepala desa adat, pemangku, penghulu, dipisah dengan warga biasa dan dipayungi dengan kain putih, sedangkan untuk warga biasa hanya digeletakkan saja dandipagari bambu. Di bali sendiri hanya trunyan yang memiliki cara penguburan yang sudah berumur sebelas abad-an ini.
Diletakkan, tengkorak diletakkan di atas batu sebelum diaben. Foto: Asykur Anam |
Makam di desa trunyan yang ditempati maksimal sebelas mayat Foto: Asykur Anam |
Kayu taru menyan, yang diyakini dapat menghilangkan bau busukyang ditimbukan mayat Foto: Asykur Anam |
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !